Kamis, 24 Maret 2011

Naskah Drama Calon Arang


DRAMA REMAJA
CALON ARANG
Karya : Luthfi Rachman

PARA PELAKU                    :  1. RAJA ERLANGGA
                                                   2. PATIH DHARMAMURTI
                                                   3. KAMURUHAN
                                                   4. PENDETA BHARABAH
                                                   5. WEDAWATI
                                                   6. MPU BAHULA
                                                   7. CALON ARANG
                                                   8. RATNA MANGGALI
                                                   9. WOKCIRSA
                                                   10. MAHISAWADANA
                                                   11. LARUNG
                                                   12. KARJAN
                                                   13. MBOK MIRAH
                                                   14. ATUN
                                                   15. KANG CARIK
                                                   16. BEBERAPA SYETAN-SYETAN
                                                   17. MAYAT





BAGIAN I
CUACA DALAM KEGELAPAN, TERDENGAR SUARA GONG/BEDUK DIPUKUL SATU-SATU MENJAUH SAMAR-SAMAR.
TIGA ORANG MURID CALON ARANG, IALAH WOKCIRSA, MAHISAWARDANA, LARUNG BERDIRI MENYEBAR SIKAP TEGAP, TANGAN BERSEDEKAP, MEMEJAMKAN MATA DENGAN KEPALA TEGAK.
KEMUDIAN BERMUNCULAN SATU DEMI SATU SYETAN-SYETAN KUBURAN BERPOCONGAN PUTIH-PUTIH. MNEREKA MELANGKAH LEMAS MEMUTARI KETIGA TUBUH MURID CALON ARANG ITU. SETELAH SYETAN-SYETAN ITU LENYAP, LALU WOKCIRSA SADAR, MELIHAT KESANA-KEMARI, MENGUSAP-USAP MATA, GEMETAR KETAKUTAN MEMANDANG KEADAAN SEKELILINGNYA YANG SUNYI.
DENGAN WAJAH DUNGU, BINGUNG DAN KETAKUTAN IAPUN MELANGKAH TERJINJIT-JINJIT MENEPUK LENGAN MAHISAWARDANA, SEHINGGA MAHISAWARDANA TERJINGKAT KAGET MENJERIT, MENYEBABKAN LARUNG IKUT TERJINGKAT MENJERIT, JUGA WAKCIRSA SENDIRI IKUT TERJINGKAT MENJERIT MEMELUK TUBUH LARUNG.
CUACA BERUBAH TERANG BENDERANG, BUNYI GONG/BEDUK JUGA LENYAP.
MAHISAWARDANA          :  Cirso, kenapa kau jadi berisik?
WOKCIRSA                          :  (GEMETAR KETAKUTAN) Aku tak sanggup berdiri berjauhan, sebaiknya kita kumpul saja. Makan tidak makan asal kumpul.
LARUNG                               :  (KESAL MONDAR MANDIR) Batal….! Baru sepuluh menit kita tapa branta sudah batal. (TEMPO) Cirsa, kau yang menyebabkan niat kita batal!
WOKCIRSA                          :  Who, yang batal siapa? ‘Kan kalian berdua, ha?
MAHISAWARDANA          :  Semua batal, dan kita akan diumpat Calonarang.
WOKCIRSA                          :  Tidak bisa! (TEMPO) Kalian berdua yang batal, saya tidak!
LARUNG                               :  Ha? Kenapa kau bilang tidak?
WOKCIRSA                          :  Ya, baru kena sentuh kalian sudah berjingkat menjerit.
MAHISAWARDANA          :  Who, kau sendiri yang bikin gara-gara!
WOKCIRSA                          :  Nah, tandanya kalian tidak kuat bathin, gampang kena goda. (TEMPO) Kalian terjaga karena kena goda, bukan?
MAHISAWARDANA DAN LARUNG TAK MENJAWAB, MEREKA SALING PANDANG MEMANDANG DUNGU.
WOKCIRSA                          :  Sedangkan aku terjaga karena keadaan diriku sendiri.
MAHISAWARDANA          :  Kau terjaga karena keadaan diri sendiri, lantas tapamu tidak batal, ha? Coba terangkan, dasar primbon yang mana yang kau pakai?
WOKCIRSA                          :  Mana saya bisa menerangkan, semua primbon ada di tangan Calonarang.
LARUNG                               :  Monyong….! Jangan kau mau menang sendiri. Sok berlagak benar. Koreksi dulu dalam bathinmu! (TEMPO) Saya jadi tidak percaya pada orang-orang yang mengaku dirinya benar dan suci, padahal dalam dirinya penuh kotoran tahi kucing.
MAHISAWARDANA          :  Sudahlah, jangan mempertentangkan kesucian. Memang kita semua ini kotor, sama kotornya dengan orang-orang dalam penjara Nusakambangan.
LARUNG                               :  Ya, sekarang kita batal bertapa, besok ‘kan bisa ulangi. Sekarang tugas kotor itu yang harus kita pikirkan.
WOKCIRSA                          :  (DUDUK SEENAKNYA) Mana bisa kita mengobrak abrik dalam istana Erlangga, selama kita terus menerus gagal dalam bertapa.
LARUNG                               :  Tapi hampir semua anak-anak penduduk di seberang desa Girah sudah kesakitan dan mati.
MAHISAWARDANA          :  Larung, operasi kita minggu yang lalu belum kau laporkan pada Calonarang, Kan?
LARUNG                               :  Tetapi Calonarang sudah tahu apa yang telah kita kerjakan.
MAHISAWARDANA          :  Bagaimana kalau nanti malam kita lancarkan operasi kukukbekuk menyerang golongan wanita-wanita, setuju?
WOKCIRSA                          :  (BANGKIT BERDIRI) Jangan gegabah! Kita harus mendapat petunjuk dulu dari Calonarang.
DI KEJAUHAN TERDENGAR SUARA GONG / BEDUK DIPUKUL SATU-SATU, MAKIN DEKAT MAKIN DEKAT, SEHINGGA WOKCIRSA, MAHISAWARDANA DAN LARUNG MENJADI TEGANG DAN GELISAH MEMANDANG KE ATAS KESANA-KEMARI.
LARUNG                               :  Bunyi apakah itu?
MAHISAWARDANA          :  Pasti bunyi-bunyian itu datangnya dari seberang sungai Girah.
WOKCIRSA                          :  YA, SUDAH TENTU SEMALAM Calonarang mengadakan operai.
LARUNG                               :  Tidak mungkin! (TEMPO) Bunyi itu seperti tanda keributan, siapa tahu kalau penduduk dn perajurit-perajurit Erlangga menyerang kita?
MAHISAWARDANA          :  Apa yang kalian khawatirkan? Calonarang tidak akan tinggal diam.
WOKCIRSA                          :  Tapi sudah dua hari ini kita tidak menghadap Calonarang.
LARUNG                               :  Ya, kita bisa diumpatnya, Dana!
MAHISAWARDANA          :  (BINGUNG) Ya, sebaiknya sekarang kita berlindung ke sana!
LARUNG                               :  (TEGANG) Ya…., ya, kita berangkat sekarang.
WOKCIRSA                          :  (KETAKUTAN, GEMETAR) Tubuhku jadi panas dingin!
LARUNG                               :  (JENGKEL) Ah, selamanya kau penakut! Ayolah….!

MEREKA BERTIGA BERANGKAT, SUARA GONG / BEDUK MAKIN DEKAT. TIBA-TIBA CUACA MENJADI MENDUNG DAN SURAM, KEMUDIAN GELAP.
LALU SATU PERSATU SYETAN-SYETAN KUBUR BERPOCONGNGAN PUTIH-PUTIH BERMUNCULAN DENGAN LANGKAH-LANGKAH LEMAS MELEWATI JALANAN ITU. AKHIRNYA LENYAP…


BAGIAN  I I
BALAIRUNG ISTANA KERAJAAN ERLANGGA, SAAT ITU RAJA ERLANGGA DUDUK MENUNDUK DLAM KERISAUAN HATINYA MENERIMA LAPORAN PATIH DHARMAMURTI
PATIH DHARMAMURTI    :  Penyakit tiban itu sudah menyerang anak-anak, tuanku (TEMPO) Pagi sakit sore mati, sulit untuk menolongnya, karena penyakit itu datang dengan tiba-tiba.
RAJA ERLANGGA BANGKIT BERDIRI DAN MELANGKAH DENGAN SIKAP PRIHATIN.
RAJA ERLANGGA              :  Kau harus bisa mengambil kebijaksanaan, selidiki dulu apa sebab musababnya. Anak-anak kecil itu pada musim hujan gampang terserang pilek.
PATIH DHARMAMURTI    :  Tidak ada musim hujan nyatanya anak-anak itu juga jatuh sakit dan mati.
RAJA ERLANGGA              :  Mungkin karena kubangan-kubangan yang berair keruh, nyamuk-nyamuk bisa bersarang disana. Juga tumpukan sampah-sampah di pinggir jalan menyumbat selokan, akibatnya tikus-tikus piti dan tontong berkembang biak di sana. (TEMPO) Semua itu bisa mendatangkan penyakit, ya ‘kan?
PATIH DHARMAMURTI    :  Tetapi kami sudah melancarkan kerja bakti untuk membersihkan selokan dan sampah-sampah.
RAJA ERLANGGA              :  (BERPIKIR) Paman, usahakan agar semua penduduk tenang. Jangan boleh membawa anak-anak keluar malam, bisa sawanan dan mudah terserang batuk pilek.
PATIH DHARMAMURTI    :  Sejak merajalelanya penyakit tiban itu, semua penduduk tidak mau keluar malam. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari di balik bumi bagian barat, sejak itu pula semua penduduk mengurung diri dalam rumahnya sendiri-sendiri.
RAJA ERLANGGA              :  (PRIHATIN) Paman Dharmamurti, dengan caramu kau harus bisa memberantas wabah penyakit itu. Obat-obat di puskesmas harus dilengkapi.
PATIH DHARMAMURTI    :  Saya rasa penyakit itu bukan wabah yang wajar, tuanku.
RAJA ERLANGGA              :  Apa kalu tidak wabah? Lalat dan tikus musuh manusia yang paling berbahaya ya’ kan?
PATIH DHARMAMURTI    :  Bukan (TEMPO)
                                                   Bukan wabah, tuanku! Dan semua penduduk sudah beranggapan sama, tetapi mereka tidak berdaya untuk menghadapinya.
RAJA ERLANGGA              :  (HERAN) Apa? Apa yang kau maksud itu?
PATIH DHARMAMURTI    :  Janda dari Girah, tuanku.
RAJA ERLANGGA              :  (MENATAP TEGANG) (MENDESIS) Ca lo na rang…?
DENGAN CEMAS RAJA ERLANGGA MELANGKAH LEMAS DAN DUDUK, IA DILIPUTI RASA PRIHATIN YANG DALAM.
RAJA ERLANGGA              :  (MENDESIS) Calonarang masih melancarkan dendam tak beralasan itu.
PATIH DHARMAMURTI    :  Itulah yang sangat ditakuti oleh semua penduduk.
RAJA ERLANGGA              :  (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH) Dendam itu harusnya ditujukan kepadaku, kepada seluruh penghuni istana ini. Tetapi mengapa Calonarang melancarkan rasa dendamnya itu kepada penduduk yang tidak tahu apa-apa, yang tidak berdosa.
PATIH DHARMAMURTI    :  Maaf tuanku, saya beranggapan sebaiknya Calonarang dilenyapkan saja dari muka bumi ini.
RAJA ERLANGGA              :  Saya masih memberi kesempatan kepadanya, agar dia mau menyadari diri, mau menghayati rasa kemanusiaannya.
TIBA-TIBA MUNCUL KAMURUHAN KEPALA PRAJURIT KERAJAAN ERLANGGA, MELAPORKAN.
KAMURUHAN                     :  Maaf tuanku. (TEMPO)
                                                   Hari ini banyak penduduk yangberangkat mengungsi meninggalkan wilayah daerah kita.
RAJA ERLANGGA              :  (KAGET) Tentunya kau harus cepat bertindak mengadakan pencegahan, tolol!
KAMURUHAN                     :  (KETAKUTAN) Mereka sudah dibayangi ketakutan, tuanku.
RAJA ERLANGGA              :  (CEMAS MONDAR MANDIR) Kau bisa memberi penerangan. (TEMPO) Dan bagaimana caramu agar penduduk tidak gelisah.
PATIH DHARMAMURTI    :  Maaf, tuanku! Laporan Kamuruhan memang benar, penduduk sudah tidak mau berhubung dengan Puskesmas, karena mereka tahu penyakit itu dibikin oleh Calonarang.
RAJA ERLANGGA              :  (TEGANG) Jangan wilayah kita menjadi kosong. Sebaiknya anak-anak kecil saja yang diungsikan!
KAMURUHAN                     :  Sejak semalam Calonarang sudah menyerang orang-orang tua, kang Jari, kang Karto, mbok Sarmi, ning Ipah tanpa sebab jatuh sempoyongan dan mati dengan kejang-kejang (TEMPO) peristiwa itulah yang menyebabkan semua penduduk kalang kabut kehilangan kepercayaan…
RAJA ERLANGGA              :  (MENYESAL) Mbok Sarmi juragan kembang itu juga mati. (DUDUK LEMAS, CEMAS) Calonarang betul-betul biadab, rupanya dia mengarahkan syetan-syetan di seluruh wilayah kerajaan (TEGAS) Kamuruhan, perintahkan kepada perajurit-perajurit untuk menyerbu tempat pertapaan Calonarang, melawan tidak melawan tembak dia di tempat, ngerti?
KAMURUHAN                     :  Sekarang juga kami kerjakan !
KAMURUHAN MENGHORMAT DAN PERGI, KEMUDIAN DENGAN TEGANG, GELISAH MELANGKAH KESAN-KEMARI RAJA ERLANGGA MENGUMPAT.
RAJA ERLANGGA              :  Manusia jelmaan syetan itu harus dimusnahkan dari muka bumi, tidak saja tenungnya, bau keringatnya yang amis itu sudah menyebarkan kematian. Biadab…! (TEMPO) Paman, seluruh penghuni istana mulai saat ini jangan boleh keluar dari pintu gerbang.
PATIH DHARMAMURTI    :  Kami kerjakan, tuanku.
PATIH DHARMAMURTI MELANGKAH PERGI. RAJA ERLANGGA DALAM KECEMASAN MELANGKAH DAN DUDUK DENGAN SIKAP PRIHATIN. KEMUDIAN CUACA MENJADI SURAM SAMPAI GELAP, RAJA ERLANGGA MENEGAKKAN DUDUKNYA SAMBIL MEMEJAMKAN MATANYA.
PADA SAAT ITULAH BERMUNCULAN SATU DEMI SATU SYETAN-SYETAN KUBURAN BERPOCONGAN PUTIH-PUTIH, DI KEJAUHAN TERDENGAR BUNYI GONG / BEDUK, DN SYETAN-SYETAN ITU MELANGKAH LEMAS MENDEKATI RAJA ERLANGGA YANG TETAP DUDUK TEGAP.
LALU SYETAN-SYETAN ITU MENGERUBUTI RAJA ERLANGGA. KETIKA ITULAH RAJA ERLANGGA MENYENTAKKAN TUBUHNYA BANGKIT BERDIRI SAMBIL BERTERIAK, SEHINGGA SYETAN-SYETAN ITU JUGA MENJERIT TERSENTAK GENTAYANGAN, SEMRAWUT DAN LENYAP.
RAJA ERLANGGA MELANGKAH KE TENGAH DENGAN SIKAP PERKASA, NAFASNYA MENDESAH-DESAH.
PADA SAAT ITULAH MUNCUL PATIH DHARMAMURTI.
PATIH DHARMAMURTI    :  (TEGANG) Saya dengar seperti ada keributan, tuanku?
RAJA ERLANGGA              :  Benar-benar Calonarang harus dilenyapkan. (TEMPO)
                                                   (TEGANG) Syetan-syetan itu sudah mulai memasuki istana kerajaan Kahuripan ini.
PATIH DHARMAMURTI    :  Maaf, Tuanku! Saya berkehendak diadakan upacara keagamaan untuk mengusir syetan-syetanitu.
RAJA ERLANGGA              :  Saranmu tidak ada jeleknya. Tetapi Calonarang harus musnah!
PATIH DHARMAMURTI    :  Perajurit-perajurit sudah diberangkatkan, menjelang petang nanti mereka sampai dipertapaan Calonarang di desa Girah.
RAJA ERLANGGA              :  Taburkan semua sesjian di pintu gerbang istana (TEMPO) Ayolah, kit awasi tempat peraduan permaisuri.
RAJA ERLANGGA MELANGKAH PERGI DIIKUTI PATIH DHARMAMURTI.

BAGIAN  I I I

DI SEBUAH HUTAN GIRAH, CALONARANG SEDANG MELAKUKAN PENGGEMBLENGAN KEPADA LARUNG, MAHISAWARDANA, WOKCIRSA
CALONARANG YANG BERTUBUH KURUS, RINGGAL TULANG BERBALUT KULIT, BERAMBUT PANJANG ACAK-ACAKAN, DENGAN WAJAH CEKUNG MATA MELOTOT, BERDIRI DI ATAS BATU BESAR DENGAN TANGAN KANAN MEMBAWA TONGKAT.
SEDANGKAN KETIGA ORANG MURIDNYA ITU DUDUK BERSILA MENGHADAP CALONARANG.
CALONARANG                   :  (MENGANGKAT KEDUA TANGAN KE ATAS) Suuuu…. Byung!
MURID MURID                    :  (MENGANGKAT KEDUA TANGAN KE ATAS, LALU DIREBAGKAN KE TANAH SMBIL MENIRUKAN, KOOR) Suuu… byung!
CALONARANG                   :  (MENURUNKAN TANGANNYA) Jaranan….!
MURID MURID                    : (KEMBALI DUDUK SEPERTI SEMULA, MENIRUKAN, KOOR) Jaranan!
CALONARANG                   :  Kalian sudah hidup di dua samudra! Samudra gaib dan samudra nyata. Alam jim syetan dan alam manusia! Hidupmu sebagai manusia adalah orang yang diam dan penerima, sedangkan hidupmu sebagai jim syetan adalah lelambut yang murka dan haus darah. (TEMPO)
                                                   Jangan kau tidak mematuhi perintah, karena tubuhmu sendiri bisa musnah! Kau harus bisa menghisap darah, lepaskan bajumu sebagai manusia. Karena manusia juga punya hati syetan, punya sifat angkara murka, kebusukan yang tersimpan dalam jiwanya. Hai… ! (TEGANG) Manusia itu pengecut, mereka menyebut dirinya paling suci di dunia, padahal dalam hatinya terselubung kotoran-kotoran sampah, wajahnya bertopeng tahi kerbau. Berangkatlah kalian selama kalian ada kesempatan! Hancurkan semua kerajaan manusia!
CALONARANG MENGANGKAT KEDUA TANGAN.
CALONARANG                   :  Suuuu… byung!
MURID MURID                    :  (MENIRUKAN, KOOR) Suuu… byung!
KEMUDIAN KETIGA MURIDNYA ITU BANGKIT BERDIRI DAN MELANGKAH PERGI.
CUACA SEMAKIN REDUP, LALU CALONARANG TIDUR DI ATAS BATU BESAR ITU.
DI KEJAUHAN TERDENGAR BUNYI GONG / BEDUK SATU-SATU MAKIN JAUH, MAKIN JAUH.
TIDAK BEBERAPA LAMA MUNCULLAH BEBERAPA ORANG PRAJURIT MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP MENGEPUNG BATU BESAR.
SEKONYONG-KONYONG CALONARANG MENJERIT MELONCAT KE BAWAH, SEHINGGA PERAJURIT-PERAJURIT TERSENTAK KAGET KETAKUTAN.
CALONARANG                   :  Jangan kalian menentang maut, kau harus mati di tanganku.
SEORANG PERAJURIT      :  Lebih baik kau menyerah sebelum tombak ini mematahkan tulang punggungmu!
TIBA-TIBA CALONARANG BERTERIAK SAMBIL MENGANGKAT TONGKATNYA KE DEPAN, SEHINGGA LEDAKAN DI SEKITAR SITU, BERTURUT-TURUT.
DUA ORANG PRAJURIT GENTAYANGAN BERPUTAR-PUTAR KEMUDIAN JATUH, SEDANGKAN PERAJURIT-PERAJURIT LAINNYA PADA SEMBURAT MELARIKAN DIRI.
CALONARANG TERTAWA-TAWA SAMBIL NAIK KEMBALI KE ATAS BATU BESAR, IAPUN TIDUR KEMBALI.
BUNYI GONG / BEDUK DIKEJAUHAN MASIH TERDENGAR, KEMUDIAN BERMUNCULAN SYETAN-SYETAN KUBURAN DENGAN LANGKAH LEMAS, MEREKA MENGERUBUNGI DUA MAYAT PERAJURIT.
LALU DUA ORANG MAYAT ITU DIUSUNG DIBAWA PERGI.

BAGIAN  I V
PADA SUATU MALAM, DIJALANAN SEBUAH DESA, MBOK MIRAH BERSAMA DUA ANAKNYA, YAKNI ATUN DAN KARJAN DUDUK JONGKOK BERDEMPETAN BERKEMUL SARUNG KETAKUTAN DI POJOK DEKAT BATU-BATU.
MUNCUL KANG CARIK MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP KETAKUTAN MENDEKATI MBOK MIRAH DAN KEDUA ANAKNYA YANG MASIH DUDUK JONGKOK BERDEMPETAN ITU.
KETIKA KANG CARIK MENYAPA MBOK MIRAH, SEKETIKA MBOK MIRAH DAN KEDUA ANAKNYA TERJINGKAT DAN MENJERIT.
MBOK MIRAH                     :  (MERAJUK) Aduh kang Carik… jangan main-main, kang!
KANG CARIK                      :  (MELONCAT) Hii..!
MBOK MIRAH                     :  (LATAH) Hi…!
SAMBIL MELONCAT-LONCAT LALU MEMUKUL-MUKUL TUBUH KANG CARIK.
MBOK MIRAH                     :  (NAFAS TERENGAH-ENGAH) Jangan begitu, kang! Sampai deg-degan dadaku.
KANG CARIK                      :  Keadaan desa sekarang ini sudah tidak aman. Kalau jauh malam begini mbok Mirah masih di sini, salah-salah Calonarang menggondol kalian! Hiiii…!
MBOK MIRAH                     :  (GEMETAR) Hiii…!
KARJAN                                :  Pak Carik, kami merasa lebih aman di sini daripada di dalam rumah.
ATUN                                     :  Ya, saya tidak mau tidur di rumah.
MBOK MIRAH                     :  Kang Carik sendiri juga tak berani di rumah, ya ‘kan?
KANG CARIK MENJADI PUCAT, KESEDIHAN MULAI TERPANCAR PADA WAJAHNYA, IA MELANGKAH MENJAUH, SEHINGGA MBOK MIRAH, KARJAN DAN ATUN MELONGOK DUNGU.
MBOK MIRAH                     :  Saya merasa kesedihan yang menyiksa bathin kang Carik. (TEMPO) Istri kang Carik sudah ikut jadi korban kekejaman Calonarang)
KANG CARIK                      :  (SEDIH) Kalau istriku meninggal dengan wajar atas kehendak Tuhan, saya tidak akan menderita bathin seperti sekarang. (TEMPO) Sejak kejadian itu, setiap malam saya keluar dari desa, karena kesunyian malam di desa mengingatkan saya pada saat-saat istriku menggelepar-gelepar seperti ayam di sembelih. Ngeri saya memandangnya! (KESAL) Penyakit itu memang biadab!
KARJAN                                :  Pak Carik, saya bukan takut untuk diajak berkelahi, melainkan kita tidak berdaya menghadapi ilmu lelembut Calonarang yang jahat itu.
KANG CARIK                      :  Tidak usah kita melawan kalau akhirnya kita mati konyol, lebih baik kita menghindar, ya ‘kan mbok?
MBOK MIRAH                     :  Ya.
KANG CARIK                      :  Saya setuju jika Atun diungsikan keluar dari desa ini. Sebab Calonarang selalu mengancam pada gadis-gadis.
ATUN                                     :  Oh…! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TANGANNYA)
MBOK MIRAH                     :  Jabang bayi lanang wadon, saya sudah menceritakan pada Kang Lurah, tapi tidak digubris. (TEMPO)
                                                   Baru setelah anak gadisnya menggelepar-gelepar kemudian mati, lantas pak Lurah membenarkan apa yang pernah saya katakana.
KANG CARIK                      :  (DUDUK DI ATAS BATU) Apa yang mbok mirah pernah katakana itu?
MBOK MIRAH                     :  (BERCERITA) Kerajaan Daha menjadi terkenal dimana-mana karena kemakmuran dan kesejhteraan hidup rakyatnya, tidak lain karena sang raja Erlangga yang ersifat arif dan bijaksana. (MELANGKAH KESAN-KEMARI) Tersebutlah di desa Girah, dekat kakihutan hiduplah seorang janda bernama Calonarang bersama anaknya yangcantik bernama Ratna Manggali.
                                                   Calonarang mendabakan agar putrinya yang cantik itu bisa dijadikan selir sang raja, tetapi tak kesampaian.
                                                   Jangankan raja Erlangga mau mengambilnya untuk dijadikan selir, bahkan seluruh pedukuhanpun tidak ada yang mau mengambil menantu. (KEMUDIAN DUDUK DI ATAS BATU)
KANG CARIK                      :  Mbok mengatakan putrinya itu cantik, bagaimana sampai tidak laku kawin?
KARJAN                                :  Siapa yang berani mengawin anaknya itu, pak? Meskipun anaknya cantik, tapi ibunya syetan, ya ‘kan mak?
MBOK MIRAH                     :  (MANGGUT-MANGGUT) Karjan memang pernah saya beritahu, bahwa Calonarang adalah manusia jelmaan syetan (TEMPO) Karena tak ada seorangpun yang mau melamar anaknya itu, maka Calonarang merasa dihina. Dia mengancam pada semua penduduk, terutama sangat membenci pada anak-anak gadis. (BANGKIT BERDIRI) Calonarang membaca buku primbonnya dan minta bantuan pada Batari Bhagawati untuk membinasakan seluruh penduduk wilayah kerajaan Erlangga, dengan cara tenung, mengundang syetan-syetan menyebarkan penyakit.
KANG CARIK                      :  Tetapi Calonarang juga mendidik murid-muridnya, ya ‘kan?
KARJAN                                :  Kalau murid-muridnya itu bukan lelembut, saya akan menghimpun pemuda-pemuda desa untukmenangkap dan mencincangnya. (GUGUP) Tetapi, bagaimana harus memasuki desa Girah di kaki hutan itu?
MBOK MIRAH                     :  JAngan kau mengundang bahaya, Jan! Lindungi adikmu baik-baik.
KANG CARIK                      :  Ya, Calonarang menaruh dendam pada anak-anak gadis.
ATUN                                     :  (MENCAK-MENCAK MEMEGANGI LENGAN KARJAN) Kang, kita ngungsi saja dari desa ini! Aku tidak mau mati konyol, kang!
MBOK MIRAH                     :  Jangan rebut Atun! Suaramu gampang didengar oleh Calonarang.
ATUN                                     :  Oh…! (MENUTUP MULUTNYA DENGAN TANGANNYA).
KARJAN                                :  Diam saja Atun, Aku berjaga semalam suntuk di dekatmu!
KANG CARIK                      :  Ya, jangan tidur terlalu lelap. (TEMPO) Siapa yang bangun tengah malam dengan memohon kepada Tuhan, akan terhindar dari nafsu jahat syetan.
MBOK MIRAH                     :  Kalau begitu kang Carik tidak akan kembali ke desa, ya ‘kan?
KANG CARIK                      :  Kalau terdengar suara rintihan, aku menjadi ngeri teringat istriku yang terenggut nyawanya itu, mbok.
MBOK MIRAH                     :  Jadi kang Carik setiap malam juga keluar desa?
KANG CARIK                      :  Ya.
MBOK MIRAH                     :  Enak, begini… (MENGATUR TEMPAT DIANTARA BATU-BATU) Kita bergerombol di sini saja, ya ‘kan?
KANG CARIK                      :  Ya.
KARJAN                                :  Bergantian kita tidak tidur, ya kan, pak?
KANG CARIK                      :  Ya.
MBOK MIRAH                     :  Ayo… ! Ayo berdempetan sini, ayoh!
MEREKA BERDEMPETAN DUDUK BERJONGKOK BERKEMUL SARUNG SEPERTI ORANGKEDINGINAN.
ATUN                                     :  (MERINTIH) Hiii…!
KARJAN                                :  (KESAL) Ada apa, kau?
ATUN                                     :  Tubuhku menggigil, takut sekali, kang!
MBOK MIRAH                     :  (KESAL) Saya bilang jangan berisik! (BANGKIT BERDIRI LALU MENARIK TANGAN ATUN) Sini, jongkok di dekatku sini!
ATUN GANTI TEMPAT MENDEMPET PADA MBOK MIRAH, KANG CARIK SUDAH MULAI MENGUAP, SEKALI-KALI KEPALANYA JATUH KE PUNGGUNG KARJAN.
KARJAN MERASA TERGANGGU, IA MENGGESER DUDUKNYA, SEHINGA SESAAT KANG CARIK HENDAK MENJATUHKAN KEPALANYA KE PUNDAK KARJAN, IA TERJEREMBAB. KANG CARIK MENGADUH.
MBOK MIRAH                     :  He, jangan berisik!
KARJAN                                :  Pak Carik, mak!
KANG CARIK                      :  Ya, saya ngantuk, mbok!
MBOK MIRAH                     :  Tidurlah bergantian. (TEMPO) Karjan, jangan kau dulu!
KARJAN                                :  Ya, mak!
MBOK MIRAH                     :  Kang Carik, tidurlah!
KANG CARIK                      :  Ya.
MEREKA TERDIAM, KANG CARIK CUMA MENGUAP TERUS MENERUS, SEBALIKNYA MBOK MIRAH YANG NGOROK LEBIH DULU. TETAPI ATUN DAN KANG CARIK SUDAH TERANTUK-ANTUK.
KEMUDIAN KARJAN PERLAHAN-LAHAN BANGKIT BERDIRI, IA MELANGKAH MENGENDAP-ENDAP MEMPERHATIKAN KANG CARIK DAN MBOK MIRAH.
TIBA-TIBA TERDENGAR DI KEJAUHAN BUNYI GONG / BEDUK SATU-ATU MENGALUN LEMBUT TETAPI MENGGETARKAN RASA BATHIN.
KARJAN MENJADI TEGANG, MELANGKAH KESAN-KEMARI DENGAN WAJAH DUNGU SEPERTI KEBINGUNGAN.
BUNYI GONG / BEDUK SATU-SATU MAKIN MENDEKAT. SEKETIKA KARJAN BERTERIAK-TERIAK BERJINGKAT-JINGKAT.
KARJAN                                :  Calonarang…! Calonarang….! Calonarang……!!!
KANG CARIK, MBOK MIRAH, ATUN TERSENTAK BANGKIT DAN BERTERIAK-TERIAK BERLARIAN KEANA-KEMARI. LAU MEREKA SALING BERANGKULAN DUDUK JONGKOK DI TENGAH.
KARJAN                                :  (BERTERIAK) Who, jangan gerobolan, Ayo lari, cepat!!
SEMUA SEMRAWUT LARI MENGHILANG.

BAGIAN  V
ATARAN TINGGI DAERAH PEGUNUNGAN, SAAT ITU PENDETA BHARABAH TENGAH DUDUK BERSILA DI ATAS SEBUAH BATU, SEDANGKAN MURIDNYA BERNAMA MPUH BAHULA MENJALANKAN MASA PENGGEMBLENGAN MENTAL BERDIRI TEGAK DAN BERSEDEKAP.
ADAPUN PUTRI PENDETA BHARABAH YANG BERNAMA WEDAWATI DUDUK MEMPERHATIKAN MPU BAHULA.
PENDETA BHARABAH     :  (BERTERIAK) Jalan……!
MPUBAHULA DENGAN SIKAP TEGAP BERSEDEKAP MELANGKAH LURUS, SAMPAI DENGAN GERAKAN KEDUA KAKI TERBUKA DAN KEDUA TANGAN KE ATAS KANAN-KIRI.
SECEPAT ITU PULA SEKALI LAGI IA BERTERIAK DAN BERSIKAP TEGAP SEPERTI SEMULA.
PENDETA BHARABAH     :  Satu……..!
MPU BAHULA SELESAI MELAKUKAN LATIHAN BABAK PERTAMA, IA MELANGKAH SAMBIL MENGHELA NAFAS DALAM-DALAM. SEDANGKAN WEDAWATI CEPAT-CEPAT BANGKIT BERDIRI DAN MENGUSAP KERINGAT PADA PUNGGUNG DAN DADA MPU BAHULA DENGAN SEPOTONG KAIN.
PENDETA BHARABAH     :  Sekarang, dua!
WEDAWATI KEMBALI KETEMPATNYA, MPU BAHULA KEMBALI PADA SIKAPNYA SEMULA, BERDIRI TEGAP BERSEDEKAP.
PENDETA BHARABAH     :  (BERTERIAK) Dua……………..!
                                                   MPU BAHULA MEMBUKA TANGANNYA PERLAHAN-LAHAN DIKEMBANGKAN KE DEPAN, LALU KE ATAS SAMBIL MELANGKAH SETAPAK DEMI SETAPAK DENGAN GERAKAN BERIRAMA PERLAHAN-LAHAN.
                                                   SAMPAI DI UJUNG KANAN IA BALIK KEMBALI, DAN KETIKASAMPAI DI TENGAH-TENGAH IA BERTERIAK MELONCAT TINGGI KEMUDIAN JATUH DUDUK BERSILA BERSEDEKAP DAN MENUNDUKKAN KEPALA.
Pendeta bharabah                    :  Dua selesai.
                                                   MPU BAHULA BANGKIT BERDIRI DAN MENGHELA NAFAS DALAM DALAM. DAN SECEPAT ITU WEDAWATI BANGKIT BERDIRI LALU MENGUSAP-USAP KERINGAT PADA PUNGGUNG DAN DADA MPU BAHULA DENGAN POTONGAN KAIN. DAN MEMBERI MINUM DENGAN SEMANGKOK AIR.
                                                   DENGAN TERSENYUM BANGGA PENDETA BHARABAH TURUN DARI ATAS BATU.
PENDETA BHARABAH     :  Mpu Bahula, seperti yang pernah kekatakan, hamparkan hidupmu dengan membentuk pribadi yang kuat lahir terutama bathin. Tujuan hidup sejati, ialah dengan memberi faedah bagi masyarakat guna mencapai keridhoan Tuhan.
MPU BAHULA                     :  Apa hubungan perbuatan manusia dengan nafsu dan amal yang disampaikan dengan pengakuan diri dan pernyataan, yai?
PENDETA BHARABAH     :  Tidak sucilah amalan itu jika kemudian dibicarakan, karena tanpa dibicarakan, Tuhan sudah menilai dan mencatatnya. Pertahankan nafsu pemberian Tuhan! Harta kekayaan dan keturunan hidup merupakan kebahagiaan yang di dambakan manusia. Tetapi harta kekayaan yang berkelebihan adalah nafsu syetan yang di murkai Tuhan (TEMPO)
                                                   Hadapi hidup ini dengan ketabahan hati, sekalipun satu saat kau gagal dalam merenggut cita-cita, tetapi kegagalan itu menimbulkan cambuk untuk melecutkan cita-cita lebih maju dengan mawas diri.
                                                   KEMUDIAN MUNCUL KAMURUHAN MENGHADAP PENDETA BHARABAH.
KAMURUHAN                     :  Yang terhormat Pendeta Bharabah, kami haturkan salam dari tuanku Raja Erlangga.
PENDETA BHARABAH     :  Wabah penyakit itu apakah masih merajalela?
KAMURUHAN                     :  (HERAN) Jadi, yai Bharabah sudah mengetahui kejadian itu?
PENDETA BHARABAH     :  Ya, rupanya keadaan di sana semakin goncang, ya ‘kan?
KAMURUHAN                     :  Benar. (TEMPO)
                                                   Kedatangan saya kemari juga diperintah tuanku Erlangga untuk memberitahukan kepada yai.
PENDETA BHARABAH     :  Hanya untuk itu?
KAMURUHAN                     :  Juga menyampaikan permohonan tuanku Erlangga, agar sudilah yai ikut membantu untuk menyelamatkan rakyat disana. Karena penyakit itu sebetulnya…..
PENDETA BHARABAH     :  (MENYAHUT) Saya sudah tahu! (TEMPO) (MELANGKAH TERSENYUM) Bukankah penyakit itu memang dibikin oleh Calonarang, ya’kan?
KAMURUHAN                     :  Ya, memang benar, yai! Tuanku Erlangga sudah tidak sanggup memberantasnya, kecuali dengan bantuan dari yai.
PENDETA BHARABAH     :  (TERSENYUM) Pulanglah kembali, beritahu pada tuanmu Erlangga, saya akan merantas kejahatan Calonarang
KAMURUHAN                     :  (MENGHORMAT) Terima kasih, yai. Secepatnya kami kembali.
                                                   KAMURUHAN MELANGKAH PERGI.
                                                   SEGERA SETELAH ITU WEDAWATI MENDEKATI PENDETA BHARABAH.
WEDAWATI                         :  Rama, apa yang telah terjadi di daerah Erlangga?
PENDETA BHARABAH     :  Janda Calonarang itu melampiaskan dendamnya dengan menyebarkan ilmu lelembutnya, menyebarkan wabah penyakit.
MPU BAHULA                     :  Siapa janda Calonarang, yai?
PENDETA BHARABAH     :  Janda itu serakah! Tukang Tenung! Ia menginginkan pangkat kehormatan dengan ambisi yang tidak ketolongan, yakni dengan menyerahkan putrinya yang bernama Ratna Manggali kepada Erlangga, agar Erlangga mau menjadikan selirnya. (TEMPO)
                                                   Tapi Erlangga tahu kebusukan hati Calonarang tukang tenung itu, sehingga keinginannnya itu ditolak.
WEDAWATI                         :  Calonarang menjual putrinya itu dengan tujuan agar hidupnya bisa terangkat, ‘kan Rama?
PENDETA BHARABAH     :  Ya, ambisinya tidak ketolongan.
WEDAWATI                         :  Dengan ambisinya itu lantas dia merobek-robek martabat kaum wanita. Derajat wanita menjadi terhina.
PENDETA BHARABAH     :  Sifat busuknya Calonarang itu menjadi cermin pada sifat hidup manusia di dunia. Dan kita akan dapat menemukan apa sebetulnya kebenaran yang selalu dicari manusia itu? (TEMPO)
                                                   Sekarang kau harus menjalankan tugasmu, Bahula!
                                                   MPU BAHULA MENEGAKKAN KEPALANYA DAN WEDAWATI JUGA KAGET MENDEKATI MPU BAHULA. SEDANGKAN DENGAN TENANGNYA PENDETA BHARABAH DUDUK DI ATAS BATU.
MPU BAHULA                     :  Saya akan menjalankan tugas itu, tetapi………
PENDETA BHARABAH     :  (MENYAHUT) Sudah tentu saya akan memberi petunjuk-petunjuk untuk menghadapi kejahatan Calonarang.
MPU BAHULA                     :  Tadi yai mengatakan, bahwa janda Calonarang memiliki ilmu lelembut. Apakah sebetulnya itu, yai?
PENDETA BHARABAH     :  Ya, dia menyebarkan wabah penyakit. Sehari sakit, sehari mati. Siang sakit sore mati. Ilmu itu dilancarkan dengan bantuan syetan-syetan yang diperbudaknya.
MPU BAHULA                     :  (DUDUK MENDEKATI) Dengan cara bagaimana saya harus menghadapi syetan-syetan itu, yai?
PENDETA BHARABAH     :  Menghadapi ilmu lelembut dan syetan-syetan itu bukan urusanmu. (TERSENYUM) Aku yang akan menghadapi bangsa lelembut itu.
MPU BAHULA                     :  Jadi, apa sebetulnya yang harus saya lakukan?
PENDETA BHARABAH     :  Seperti kukatakan tadi, Janda Calonarang terkenal jahat karena pekerjaan tukang tenung, sehingga tidak ada seorangpun penduduk yang mau melamar putrinya yang cantik yang bernama Ratna manggali itu. (TEMPO)
                                                   (TERSENYUM) Datanglah kau ke rumahnya, memperkenalkan diri dan pura-pura meminang Ratna Manggali.
                                                   MENDENGAR ITU MPU BAHULA KAGET LALU BANGKIT BERDIRI MENATAP WEDAWATI YANG MENDEKATINYA DENGAN WAJAH CEMBURU.
PENDETA BHARABAH     :  Kenapa…..? Saya menyuruhmu pura-pura meminang, jadi bukan berarti kau harus mengawininya. 
MPU BAHULA                     :  Tetapi kalau pinangan saya diterima. Apa yang harus saya lakukan?
PENDETA BHARABAH     :  Berbuatlah dengan pura-pura gembira.
WEDAWATI                         :  (CEMAS) Berarti perkawinan itu dilangsungkan, Rama!
PENDETA BHARABAH     :  Ya, tetapi Bahula hanya kawin pura-pura, ya ‘kan?
                                                   MPU BAHULA DAN WEDAWATI SALING PANDANG MEMANDANG, LALU WEDAWATI MENDUK DAN MELANGKAH MENJAUH.
PENDETA BHARABAH     :  (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH) Saya tahu kekhawatiranmu, sehingga kau harus menguji ketanahanmu.
MPU BAHULA                     :  Dengan mengawini seorang wanita cantik bagaimana saya harus memperlakukan dengan pura-pura, yai?
PENDETA BHARABAH     :  Kalau kau terlanjur jatuh cinta, itu urusan manusia yang tidak bisa mengendalikan nafsu birahi, ya, ‘kan?
                                                   MPU BAHULA MENATAP WEDAWATI YANG MENJAUH DAN MENUNDUK SEDIH, SEHINGGA MPU BAHULA JUGA MENUNDUK.
PENDETA BHARABAH     :  Tugasmu bukan Cuma untuk mengawin Ratna Manggali dengan pura-pura, melainkan melalui dia kau harus dapat memperoleh kitab primbon Calonarang.
MPU BAHULA                     :  (MENEGAKKAN KEPALA) Saya harus mencuru primbon itu?
PENDETA BHARABAH     :  Ya…..! (DUDUK KEMBALI DI ATAS BATU) Kau harus bisa merayu Ratna Manggali, sehingga Ratna Manggali mempercayaimu, tidak mencurigaimu. (TEMPO)
                                                   Dengan kelembutan merayu, pasti dia akan menyerahkan primbon itu kepadamu. Dan cepat-cepat primbon itu serahkan padaku. (TEMPO)
                                                   Kerjakan tugas ini dengan tekad dan ketabahan hatimu, saya akan mendoakan, semoga kau berhasil.
MPU BAHULA                     :  Sekarang saya berangkat.
PENDETA BHARABAH     :  Ya, semoga engkau selamat!
                                                   MPU BAHULA MENDEKATI WEDAWATI YANG MENITIKKAN AIR MATA. KEMUDIAN IAPUN MELANGKAH PERGI.
                                                   KEMUDIAN PENDETA BHARABAH BANGKIT BERDIRI DAN MENDEKATI WEDAWATI.
PENDETA BHARABAH     :  Tak usah kau khawatir, bagaimanapun juga Mpu Bahula akan kembali kemari, (TEMPO) Mpu Bahula seorang muridku yang paling taat, sehingga saya selalu menjaganya dari bahaya.
WEDAWATI                         :  Tapi tuganya untuk pura-pura mengawini putrid itu dapat meruntuhkan imannya.
PENDETA BHARABAH     :  Kalau memang sudah kemauannya, urusan cinta itu tidak bisa dihalang-halangi.
WEDAWATI                         :  Rama tidak mengatakan pada Mpu Bahula agar jangan dia terkena pengaruh kecantikan putri itu.
PENDETA BHARABAH     :  Saya memberi kebebasan, agar Bahula tidak canggung merayu Ratna Manggali. (TEMPO) (LEMBUT) Wedawati, tabahkan hatimu! Mpu Bahula tidak akan melupakanmu.
                                                   WEDAWATI MENAHAN KECEMASAN BATHINNYA, IA MELANGKAH DAN DUDUK.
PENDETA BHARABAH     :  Saya tinggalkan dulu ke bukit kembar, mungkin sinar merah di barat menembus kabut hitam. Mudah-mudahan hujan tidak cepat turun sehingga Mpu Bahula tidak mendapat halangan.
                                                   PENDETA BHARABAH MELANGKAH PERGI, DAN WEDAWATI MASIH DUDUK MENUNDUKKAN KEPALA MENAHAN KERISAUAN RASA BATHINNYA.

BAGIAN  V I
                                                   DI RUMAH CALON ARANG YANG BERADA DI KAKI DESA GIRAH, CALONARANG DUDUK DI ATAS DIPAN BAMBU SAMBIL MEMBUKA-BUKA KITAB PRIMBON KUMAL.
                                                   SEDANGKAN RATNA MANGGALI YANG CANTIK MEMOTONG KAYU RANTING DITUNGGUI MPU BAHULA.
CALONARANG                   :  Dalam primbon ini disebutkan, perkawinan itu bisa langgeng jika jodohnya tidak dicari-cari. Bagaimana pendapatmu?
MPU BAHULA                     :  Mencari seorang istri menjadi hak setiap laki-laki, tetapi jodoh berada di tangan Tuhan.
                                                   LALU CALONARANG MEMBUKA BUKA KEMBALI PRIMBONNYA, DAN MEMBACANYA.
CALONARANG                   :  Di sini juga disebutkan, rejeki itu bisa ditentukan dan dibuat oleh manusia. Bagaimana pendapatmu?
MPU BAHULA                     :  Rejeki memang bisa dicari, tetapi Tuhan yang menentukan.
CALONARANG                   :  Tidak usah mencari rejeki, diam di rumah akan datang dengan sendirinya. Bagaimana pendapatmu?
MPU BAHULA                     :  Manusia harus berusaha. Tuhan yang menentukan. Dan Tuhan itu maha pengasih dan maha pemberi.
CALONARANG                   :  Kebahagiaan hidup manusia terletak di tangan orang lain. Bagaimana pendapatmu?
MPU BAHULA                     :  Nyai, apakah kita harus menelan racun kalau kita tahu bahayanya?
CALONARANG                   :  Ya, seperti itu juga bagaimana menurut pendapatmu, Bahula?
MPU BAHULA                     :  Falsafah kehidupan manusia mengajarkan, kita harus melindungi kelestarian hidup kita ini, meskipun ajal itu berada di tangan Tuhan.
CALONARANG                   :  Sejak tadi kau bicara tentang ke-Tuhanan.(TEMPO)
                                                   ((MELANGKAH BERDIRI) Menghisap darah manusia untuk memenuhi kepuaan hidup. Bagaimana pendapatmu?
MPU BAHULA                     :  Itulah dosa! Karena itu adalah pembunuhan!
RATNA MANGGALI           :  Kenapa emak bicara darah dan kematian? Kang Bahula kemari untuk mencari kedamaian dalam hidupnya, ya ‘kan kang?
MPU BAHULA                     :  (TERSENYUM) Ya.
CALONARANG                   :  (MANGGUT-MANGGUT) Bahula memang punya kelebihan, rasanya seperti pernah menjalani penggemblengan pada satu perguruan. (TEMPO)
                                                   Dari semua jawabanmu itu, memang pantas jika kau disebut sebagai seorang mpu. (TEMPO)
                                                   (TERSENYUM) Mpu Bahula, kau memang cerdas! Tapi kau maih perlu mendapat didikan ilmuku.
RATNA MANGGALI           :  (BANGKIT BERDIRI) Sudahlah, mak ! Kang Bahula tidak hendak mencari ilmu. Ia ingin melestarikan hidupnya dengan hati yang tentram, ya ‘kan Kang?
MPU BAHULA                     :  (TERSENYUM MENDEKATI RATNA MANGGALI) Ya.
CALONARANG                   :  (MELANGKAH MANGGUT-MANGGUT) Bahula, sekarang kau sudah menjadi suami istri dengan Ratna Manggali. Tetapi rasa heranku membuat aku selalu berpikir. (TEMPO)
                                                   Dengan alasan apa kau datang kemari dan mengawini Ratna Manggali?
MPU BAHULA                     :  Seperti yang pernah saya jelaskan, saya datang dari negeri seberang setelah kedua orang tua saya dibunuh orang secara kejam. (TEMPO)
                                                   Saya berusaha mencari kelestarian hidup, saya mengembara dari hutan satu ke hutan yang lain, dan sampailah saya ke rumah ini.
CALONARANG                   :  Lantas?
MPU BAHULA                     :  Lantas saya ketemu Ratna Manggali.
CALONARANG                   :  Lantas?
MPU BAHULA                     :  Saya terpikat karena kecantikannya.
CALONARANG                   :  Lantas?
RATNA MANGGALI           :  (MERAJUK) Sudah…, sudah! (TEMPO) Kenapa emak menanyakan yang itu-itu juga?
CALONARANG                   :  Syukurlah kalau jodoh! Lantas kau kawin dengan Ratna Manggali, bukan?
MPU BAHULA                     :  Ya.
CALONARANG                   :  (TERSENYUM) Aku senag berbincang-bincang denganmu, karena kau memang cerdas! (TEMPO)
                                                   Sayang malam ini saya masih ada perlu lain.
                                                   CALONARANG MELANGKAH MASUK MENYIMPAN KITAB PRIMBONNYA
RATNA MANGGALI           :  Kang, jangan dituruti omongannya, bisa melantur pada yang bukan-bukan!
MPU BAHULA                     :  Sebagai menantu saya harus bisa menyenangkan hati Mak Calo.
RATNA MANGGALI           :  Dengan cara lain ‘kan masih bisa (TEMPO) (MENERUSKAN MEMOTONG KAYU-RANTING) Dengan ucapan-ucapan itu Emak berusaha mempengaruhimu.
MPU BAHULA                     :  (KAGET) Mempengaruhi yang bagaimana?
                                                   TIBA-TIBA CALONARANG MUNCUL LAGI DENGAN TIDAK MEMBAWA KITAB PRIMBON.
CALONARANG                   :  Bahula, saya tinggal dulu.
MPU BAHULA                     :  Sudah malam, Mak ! ‘Kan lebih baik di rumah saja.
CALONARANG                   :  MAsih ada yang harus saya kerjakan (TEMPO) Wedawati, hati-hati kalian di rumah!
                                                   SAMBIL BERKATA ITU CALON ARANG MELANGKAH PERGI.
MPU BAHULA                     :  (DUDUK DI BANGKU BAMBU) Heran sekali, sejak seminggu ini saya perhatikan Emak Calo selalu keluar malam.
RATNA MANGGALI           :  (TAK ACUH) Jangan mengurus dia!
MPU BAHULA                     :  Saya memang tidak ada urusan, kecuali dengan engkau tentunya.
RATNA MANGGALI           :  (MENATAP TERSENYUM) Kalau sudah tahu begitu, biarkan saja emak pergi semau-maunya.
MPU BAHULA                     :  Sebagai anak mantu, apa jeleknya jika saya mengetahui pekerjaan mertua, ya ‘kan?
RATNA MANGGALI           :  Selamanya Emak tidak punya pekerjaan.
MPU BAHULA                     :  (BANGKIT BERDIRI, MELANGKAH MENDEKATI) Emak tadi mengatakan masih ada urusan pekerjaan, ya, ‘kan?
RATNA MANGGALI           :  Lantas kalau ada kerja, apa kau mau membantu pekerjaannya, begitu?
MPU BAHULA                     :  Ya, tidak ada salahnya! Kalau ada yang perlu dibantu, saya akan membantu pekerjaan Emak Calo.
RATNA MANGGALI           :  (JEMERUT, BANGKIT BERDIRI MELANGKAHMENJAUH, GEMAS) Pergilah kalau mau membantu. Dan tidak usah kembali!
MPU BAHULA                     :  (HERAN) Lho, kok kesal….?!
                                                   MPU BAHULA MELANGKAH MENDEKATI, TAPI RATNA MANGGALI MENGHINDAR DAN DUDUK DI ATAS BANGKU BAMBU.
MPU BAHULA                     :  (LEMBUT) Ratna Manggali, jangan kau cepat tersinggung, aku tidak akan pergi dari sisimu, sayang (MENDEKAT) Sudahlah, kalau aku tak boleh mengetahui pekerjaan emakmu, aku tidak akan Tanya-tanya lagi. (MEMBELAI RAMBUT RATNA MANGGALI)
RATNA MANGGALI           :  (KEMAYU) Bukannya kau tidak boleh tahu, bukan!
MPU BAHULA                     :  Lantas?
RATNA MANGGALI           :  Kalau kau mengetahu, kau akan ngeri.
MPU BAHULA                     :  Tidak, aku tidak ngeri! (MENJAUH) Ratna, aku sudah biasa dengan hal-hal yang mengerikan.
RATNA MANGGALI           :  Sebaliknya aku sangat membenci pekerjaan Emak.
MPU BAHULA                     :  Jangan terburu nafsu! Siapa tahu dibalik pekerjaan itu memiliki tujuan mulya.
RATNA MANGGALI           :  (BANGKIT BERDIRI) Membunuh manusia bukan berarti mulya!
MPU BAHULA                     :  Ya…! Nanti dulu…(TEMPO) Membunuh juga ada alasannya, Ratna.
RATNA MANGGALI           :  Bagaimanapun alasannya, membunuh manusia itu kejam! (SEDIH DUDUK KEMBALI) Kang , seharusnya kau yang dapat menyadarkan Emak, agar kegemarannya membunuh itu dapat diinsafkan.
MPU BAHULA                     :  Ya, saya akan mencoba. (TEMPO) Saya berusaha menyadarkan Mak Calo dari perbuatan yang suka membunuh itu, tetapi saya harus tahu dengan cara bagaimana mak Calo melancarkan pembunuhan-pembunuhan itu.
RATNA MANGGALI           :  Dia membunuh dengan menyebarkan wabah penyakit.
MPU BAHULA                     :  Lantas, caranya?
RATNA MANGGALI           :  Dengan bantuan syetan-syetan lelembut.
MPU BAHULA                     :  Bagaimana syetan-syetan itu didatangkan?
RATNA MANGGALI           :  Dengan membaca mantera dari kitab primbon, membakar kemenyan, makan kembang, keramas dengan air bercampur darah.
MPU BAHULA                     :  Primbon seperti apa?
RATNA MANGGALI           :  Kitab primbon yang dibacanya tadi.
                                                   MPU BAHULA MELANGKAH DENGAN SIKAP SEPERTI SEDANG BERPIKIR, IA MONDAR MANDIR.
MPU BAHULA                     :  Ratna, saya masih menyangsikan. (MENDEKATI RATNA MANGGALI YANG MASIH DUDUK DIBANGKU BAMBU) Saya kira primbon itu tidak seluruhnya mengajarkan kejahatan.
RATNA MANGGALI           :  Tetapi dengan kitab primbon itu Emak mendatangkan syetan.
                                                   KEMBALI MPU BAHULA MELANGKAH DENGAN SIKAP SEPERTI SEDANG BERPIKIR, IA MONDAR-MANDIR.
MPU BAHULA                     :  Kalau begitu, cobalah saya ingin lihat kitab primbon itu.
RATNA MANGGALI           :  (MENATAP, CEMAS) Tidak, Kang!
MPU BAHULA                     :  Kenapa? Aku Cuma ingin melihat saja.
RATNA MANGGALI           :  Saya takut memegang kitab primbon itu.
MPU BAHULA                     :  (MERAYU) Memang tidak usah kau menyentuh kitab primbon itu, sayang!
                                                   (TEMPO) Ratna, biar saya saja yang memeganginya.
RATNA MANGGALI           :  (MENATAP WAJAH BAHULA) Kau tidak takut?
MPU BAHULA                     :  (MESRA) Tidak, sayang! Dimana kitab primbonitu di simpan?
RATNA MANGGALI           :  (RAGU-RAGU) Ada…., ada didalam kamarnya.
MPU BAHULA                     :  Tentunya disimpan dlam kotak besar itu, ya ‘kan?
RATNA MANGGALI           :  Tidak…! Ditaruh di bawah bantalnya yang kumal itu.
MPU BAHULA                     :  Ayolah….! Ayolah saya yang mengambilnya.
                                                   MEREKA BERDUA MELANGKAH MAU MASUK, TAPI RATNA MANGGALI RAGU RAGU BALIK LAGI.
MPU BAHULA                     :  Kenapa? Bukankah maksudku untuk berbuat baik? Berusaha untuk menginsafkan MAk Calo, ayolah!
RATNA MANGGALI           :  (GEMETAR) Saya takut…! Kang Bahula lihat, bulu tanganku berdiri semua… hii…!
MPU BAHULA                     :  (MERAYU) Tabahkan hatimu, sayang! Aku tak menghendaki istri penakut.
RATNA MANGGALI           :  (RAGU-RAGU) Tapi, kamar itu gelap, kotor, tidak pernah dibuka.
MPU BAHULA                     :  Tidak apa-apa, saya yang akan membukanya. (TEMPO)
                                                   Ratna, kau tak usah ikut masuk,biar saya sendiri yang masuk, yang mengambil kitab primbon itu. Ayolah…..!
                                                   MEREKA MELANGKAH BERDUA DAN MASUK KE DALAM SAMBIL RATNA MANGGALI GEMETAR MEMEGANGI BAGIAN BELAKANG BAJU MPU BAHULA.

BAGIAN  V I I
                                                   DI RUMAH PENDETA BHARABAH, DI TEMPAT YANG BERBATU-BATU WEDAWATI SEORANG DIRI SEDANG MENGISI AIR KE DALAM GENTONG.
                                                   KEMUDIAN IA DUDUK DI ATAS BATU, WAJAHNYA SAYU DALAM KERINDUAN MENGENANG MPU BAHULA.
                                                   TIBA-TIBA TERDENGAR DIKEJAUHAN BUNYI TIUPAN SULING YANG DISUSUL DENGAN SUARA TEMBANG MENGALUN MENYAYAT DAN MEREMA PERASAN BATHIN WEDAWATI.
                                                   PERLAHAN-LAHAN WEDAWATI BANGKIT BERDIRI, DENGAN WAJAH SAYU MENAHAN TANGIS MEMENDANG KE SEKITAR DENGAN LANGKAH-LANGKAH LEMAS.
                                                   SEMENTARA ITU SUARA TEMBANG MASIH MENGALUN.
                                                   KEMUDIAN MUNCUL MPU BAHULA DENGAN MENGENDAP-ENDAP DI RUANG ITU.
MPU BAHULA                     :  (LEMBUT) Wedawati….!
                                                   WEDAWATI YNG DILIPUTI KERESAHAN BATHIN ITU MENGHENTIKAN LANGKAHNYA, IA KAGET MENATAP MPU BAHULA.
MPU BAHULA                     :  (TERSENYUM) Wedawati……!
                                                   WEDAWATI BINGUNG TAK TAHU APA YANG HARUS DILAKUKANNYA, IA BERBUAT SENYUM SENANG DENGAN RASA HARU YANG MASIH BERGEJOLAK DALAM BATHINNYA. LALU DENGAN GUGUP WEDAWAI MENGAMBIL AIR DALAM GENTONG DANGAN MANGKOK.
                                                   BURU-BURUDIBERIKAN PADA MPU BAHULA.
WEDAWATI                         :  Kang, minumlah! Kau kelihatan pucat!
                                                   MPU BAHULA TERSENYUM MENERIMA MANGKOK BERISI AIR DAN MEMINUMNYA.
MPU BAHULA                     :  Wajahmu kelihatan mesum, kau jarang tidur rupanya, ya ‘kan?
WEDAWATI                         :  (MENAHAN TANGIS, MENGGELENG) Tidak…!
MPU BAHULA                     :  Kemana yai Bharabah?
PENDETA BHARABAH     :  Saya di sini!
                                                   TANPA DIKETAHUINYA TERNYATA PENDETA BHARABAH SUDAH BERDIRI DI DEKAT BATU.
MPU BAHULA                     :  (MENGHORMAT) Maafkan saya, yai!
PENDETA BHARABAH     :  Kau telah menunjukkan tugasmu dengan baik. Terima kasih, Bahula!
MPU BAHULA                     :  (MENYERAHKAN KITAB PRIMBON) Yai, inilah kitab primbon itu.
                                                   PENDETA BHARABAH MENERIMA KITAB PRIMBON, LALU DIBUKA-BUKANYA LEMBARAN KITAB PRIMBON ITU SAMBIL DUDUK DI ATAS BATU.
PENDETA BHARABAH     :  Bagaimana pendapatmu dengan primbon ini?
MPU BAHULA                     :  Saya belum membacanya, yai.
                                                   PENDETA BHARABAH MEMBUKA LEMBARAN-LEMBARAN KITAB PRIMBON, LALU MEMBACANYA, LALU MEMBUKA-BUKANYA LAGI DAN MEMBACANYA, BERULANG-ULANG.
PENDETA BHARABAH     :  Sayang! (BANGKIT BERDIRI) Jika tidak disalah gunakan sebetulnya isi primbon ini ada yang baik. (TEMPO) Tetapi Calonarang telah memutar balik makna yang terkandung, lalu dipergunakan untuk menyebarkan wabah penyakit.
MPU BAHULA                     :  Seperti yang dikatakan oleh Ratna Manggali, sumber malapetaka itu datangnya dari kitab primon ini. (TEMPO) Jadi, lebih baik yai bkar saja mantera-mantera busuk itu.
PENDETA BHARABAH     :  (TERSENYUM) Oh tidak…! (MELANGKAH KEMBALI) Kitab primbon ini kau curi, ya ‘kan?
MPU BAHULA                     :  Ya, benar, yai!
PENDETA BHARABAH     :  Kembalikan kitab primbon ini ditempatnya semula, tetapi hati-hati, jangan sampai dilihat oleh Calonarang.
MPU BAHULA                     :  (MENERIMA KITAB PRIMBON KUMAL) Lanta setelah saya kembalikan, haruskah saya cepat-cepat pergi?
PENDETA BHARABAH     :  Jangan dulu kau tinggalkan Ratna Manggali. Bersabarlah!
WEDAWATI                         :  Rama, untuk apa kang Bahula harus menunggui Ratna Manggali?
PENDETA BHARABAH     :  Bahula maih menjalankan tugas. Dia trampil dan berhati-hati dalam menghadapi segala hal.
WEDAWATI                         :  Kalau tugas itu gagal, sudah tentu kang Bahula akan menghadapi resiko yang mengerikan, Rama.
PENDETA BHARABAH     :  (BANGKIT BERDIRI MELANGKAH) Gagal menjalankan tugas kemulyaan, adalah lebih baik daripada menang dalam kehinaan.
WEDAWATI                         :  (CEMAS) Jadi akan ia-sialah tenaga dan pikiran dicurahkan!
PENDETA BHARABAH     :  Orang yang gagal dalam menjalankan tugas suci belum berarti rugi, selama dia belum mau putus asa. (TEMPO) Wedawati, dalam mempertahankan kelestarian hidup ini, jangan mudah patah harapan.
WEDAWATI                         :  Tetapi menghadapi Calonarang resikonya sangat membahayakan. (CEMAS) Kalau kang Bahula diketahui maksudnya, sudah pasti diserang, kejang-kejang dan mati terbakar.
PENDETA BHARABAH     :  Tidak! Sayalah yang nanti akan menghadapi Calonarang (TEMPO) Bahula, berangkatlah sekarang! Segera saya akan menyusul.
                                                   MPUBAHULA YANG SEJAK TADI DUDUK DI ATAS BATU DENGAN KEPALA MENUNDUK CEPAT BANGKIT BERDIRI.
                                                   IA MENTAP WEDAWATI, SEHINGGA WEDAWATI TRENYUH MENUNDUKKAN KEPALA MENAHAN TANGIS, KEMUDIAN DENGAN LANGKAH YANG TETAP MPU BAHULA PERGI.
PENDETA BHARABAH     :  Wedawati, tidak ada perbuatan mulya selain beramal, memberi pertolongan pada sesama manusia. (TEMPO)
                                                   (MENGAMBIL MINUM DENGAN MANGKOK KECIL KEDALAM GENTONG) Saya bangga mempunyai murid dengan ketetapan hati menjalankan tuga suci itu. Saya sendiri akan segera pergi ke tampat pertapaan Calonarang. (TEMPO)
                                                   Disana, CAlonarang bersama muridnya-muridnya merencanakan pembunuhan pada setiap manusia yang dijumpainya.
WEDAWATI                         :  (SEDIH, CEMAS) Rama, saya menjadi ragu-ragu! Bagaimana saya harus ditinggal seorang diri dalam rumah ini, Rama? (DUDUK DI ATAS BATU)
PENDETA BHARABAH     :  Selama kau tetap berada di dalam rumah, kau akan terlindung dari nafsu-nafsu jahat syetan. Percayalah! Tuhan selalu berada di fihak yang benar. (TEMPO)
                                                   Perbuatan Calonarang yang bernafsu syetan akan menghabiskan nyawa seluruh rakyat kerajaan Erlangga itu harus diakhiri! (TEMPO) Wedawati, tabahkan hatimu! Menjelang teriknya matahari besok saya sudah kembali, nak!
                                                   PENDETA BHARABAH MELANGKAH PERGI, WEDAWATI DENGAN WAJAH SEDIH BANGKIT BERDIRI DAN MELANGKAH MEMANDANG KE ARAH PERGINYA PENDETA BHARABAH.
BAGIAN  V I I I
                                                   MALAM YANG LEMBAB….
                                                   DI SEBUAH HUTAN, CALONARANG BERSAMA KETIGA MURIDNYA, IALAH WOKCIRSA, MAHISAWARDANA, LARUNG TENGAH MENGADAKAN UPACARA KESEHATAN.
                                                   LARUNG MENYALAKAN API DI BALIK BATU, KEMUDIAN IA BERSAMA MAHISA WARDANA DAN WOKCIRSA DUDUK BERSILA DENGAN TANGAN BERSEDEKAP DI DEPAN BATU. PADA BATU ITU TERDAPAT ONGGOKAN BATANG KAYU, SEDANGKAN DIDEPAN MEREKA DUDUK, TERBUJUR MAYAT SEORANG PEREMPUAN BERAMBUT PANJANG DALAM KEADAAN TELANJANG, KECUALI BAGIAN VITALNYA DITUTUPI DENGAN BEBERAPA LEMBAR DAUN.
                                                   TUBUH MAYAT ITU KURUS, KULIT TUBUHNYA GOSONG HITAM, MATANYA CEKONG, GIGINYA MENONJOL MERONGOS.
                                                   DIKEJAUHAN TERDENGAR BUNYI GONG/BEDUK SATU-SATU BERIRAMA MENCEKAM BATHIN MANUSIA. KEMDIAN MUNCUL CALONARANG DENGAN LANGKAH YANG CEPAT SEPERTI TERBANG, LALU BERHENTI DI DEPAN MAYAT, MENGANGKAT TONGKATNYA SEHINGGA NYALA API DIBALIK BATU ITU MENGELUARKAN LETUSAN DAN ASAP TEBAL MENGEPUL.
                                                   SAAT ITU KETIGA MURIDNYA MASIH TETAP DALAM SIKAPNYA. KEMUDIAN CALONARANG MENABURKAN ABU PADA SEKUJUR TUBUH MAYAT ITU.
                                                   BUNYI GONG/BEDUK SEMAKIN DEKAT, LALU BERMUNCULAN SYETAN - SYETAN BERPOCONGAN PUTIH-PITIH, MENARI-NARI DENGAN GERAKAN LEMAS KESANA KEMARI MEMUTARI MAYAT ITU. KEMUDIAN SYETAN-SYETAN BERGEROMBOL MENGHORMAT PADA CALONARANG, DAN CALONARANG BERTERIAK MENGEJUTKAN, SEHINGGA SYETAN-SYETAN ITU SEMBURAT GENTAYANGAN DAN LENYAP.
                                                   SESAAT SETELAH ITU CALONARANG MEMBERI ISYARAT DENGAN MENGANGKAT TONGKATNYA, SEHINGGA WOKCIRSA, MAHISAWARDANA, LARUNG BANGKIT DARI DUDUKNYA DAN MENGUSUNG MAYAT ITU DIBERDIRIKAN, DISANGGAH DAN DIIKAT PADA ONGGAKAN BATANG KAYU DIATAS BATU.
                                                   SETELAH ITU SEKALI LAGI CALONARANG MENABURKAN BUNGA PADA KEPALA MAYAT. MAYAT ITU MULAI BERGERAK-GERAK KEPALANYA, LALU TANGANNYA DAN SELURUH TUBUHNYA BERGERAK.
CALONARANG                   :  (BERSERU) Buka matamu!
MAYAT                                 :  (MEMBUKA MATA) Terima kasih, nenek! Terima kasih…!
                                                   Tubuh saya terasa panas, tenggorokan terasa kering, tolonglah nenek!
                                                   CALONARANG MEMBERI ISYARAT PADA LARUNG, SEHINGGA LARUNG MEMBERI AIR MINUM DALAM MANGKOK.
                                                   MAYAT ITU MINUM DENGAN RAKUSNYA SAMPAI-SAMPAI SISA AIR ITU DISIRAMKAN PADA RAMBUT KEPALANYA.
MAYAT                                 :  Terima kasih…! Siapakah nenek yang telah menghidupkan saya? Saya sangat berhutang budi pada nenek.
CALONARANG                   :  (MENCIBIR) Hem, kau kira kau akan hidup lama? Tidak monyet! (TEMPO) Hei, monyet! Bicaralah dengan dosa-dosamu!
MAYAT                                 :  Ampunilah dosa yang telah saya lakukan. Tumpukan dosa saya sudah seperti tumpukan sampah.
CALONARANG                   :  Kalau begitu kau bersedia membantuku, bukan?
MAYAT                                 :  Ya, semua perintah nenek akan saya patuhi.
CALONARANG                   :  Bagus…! (TEMPO)
                                                   Sekarang juga kau harus menjelma syetan (BERTERIAK DENGAN MENGENGKAT TONGKAT) Lenyap…..!
                                                   SEKETIKA ITU MAHISA WARDANA MENGHANTAM KEPALA MAYAT ITU DENGAN GADA, SEHINGGA TUBUH MAYAT YANG MASIH BERDIRI TERIKAT PADA ONGGOKAN KAYU ITU MENJADI LEMAS DENGAN KEPALA TERKULAI.
CALONARANG                   :  (MEMERINTAH) Persiapkan tanah kuburannya di hutan kayu!
                                                   KETIGA MURID ITU DENGAN PATUHNYA MELEPAS IKATAN MAYAT, LALU MAYAT ITU DIGOTONG DIBAWA PERGI. KEMUDIAN CALONARANG NAIK KE ATAS BATU, LALU DUDUK BERSILA DENGAN MEMEJAMKAN MATA DAN KEPALA TEGAK KE DEPAN.
                                                   SESAAT SETELAH ITU CALONARANG TERSENTAK BERDIRI KARENA TEGORAN PENDETA BHARABAH YANG TANPA DIDUGA SUDAH BERADA DI SITU.
PENDETA BHARABAH     :  Perbuatan itu terkutuk, hentikan syetn!
CALONARANG                   :  (TERSENYUM) Setelah saya tunggu-tunggu, akhirnya kau datang juga menghadapku.
PENDETA BHARABAH     :  Aku bukan menghadap! Aku mau menyelesaikan perbuatanmu yang terkutuk!
CALONARANG                   :  Sebagai seorang pendeta kau sudah kehilangan kesabaranmu (TEMPO)
                                                   (MELANGKAH MENJAUH)  Kepada siapa kau berhadapan, sehingga jangan mencoba kau mencampuri urusanku.
PENDETA BHARABAH     :  Keakuanmu masih tetap menonjol, sifat ambisimu masih juga kau pamerkan, sehingga kau selalu berprasangka buruk pada semua orang.
CALONARANG                   :  (MARAH) Jangan kau berkhotbah disini, ngerti!
PENDETA BHARABAH     :  Nah, keakuan seperti itulah yang mencetuskan kesombonganmu. Ingat Calonarang, seseorang yang mengaku-ngaku dirinya terpandai, lanta mengangkat dirinya sebagai pemimpin dengan tidak tahu rasa malu, satu saat dia akan tersingkap kebodohannya yang original.
CALONARANG                   :  Jadi kau menuduhku berambisi ingin jadi Raja? (TEMPO) Tidak! Tidak ada kamus bacaan tertulis dalam kitab primbonku.
PENDETA BHARABAH     :  Primbon itu tidak semua busuk, tetapi telah kau anut sebegai kepercayaanmu, melupakan Tuhan, sehingga kau menginjak-injak hak hidup sesama makhluk Tuhan!
CALONARANG                   :  (MARAH) Aku tidak butuh khotbahmu! Aku masih bisa berpikir!
PENDETA BHARABAH     :  Pikiranmu yang dungu, otakmu seperti kerbau di kubangan!
CALONARANG                   :  Sebaiknya kau pergi sebelum penyakit darah tinggiku naik!
PENDETA BHARABAH     :  Sebaiknya saya tidak akan pergi sebelum kau terbenam di bumi Tuhan ini.
CALONARANG                   :  (BERTERIAK) Salamim…..!!!!
                                                   SAMBIL TERIAK ITU CALONARANG BERGERAK CEPAT SAMBIL MENGANGKAT TANGANNYA KE DEPAN, SEHINGGA PADA ARAH YANG DITUJU MELETUSLAH LEDAKAN DAN PERCIKAN API.
                                                   TETAPI SECEPAT ITULAH PENDETA BHARABAH MELONCAT MENGHINDAR.
                                                   CALONARANG NAIK KE ATAS BATU, DARI SANA IA MENGANGKAT TANGANNYA KE DEPAN, SEKALI LAGI MELETUS LEDAKAN DAN PERCIKAN API.
                                                   PENDETA BHARABAH TAK GENTAR, IA TERUS MELANGKAH MENDEKATI CALONARANG, SEHINGGA CALONARANG MELONCAT TURUN DAN MENJAUH.
                                                   PENDETA BHARABAH TERUS MELANGKAH MAJU, SEDANGKAN CALONARANG MUNDUR-MUNDUR KETAKUTAN SAMBIL BERKALI-KALI MENGANGKAT TANGAN KE DEPAN DITUJUKAN PADA PENDETA BHARABAH, TAPI TAK SATUPUN LEDAKAN MELETUS.
                                                   KARENA CALONARANG SUDAH TAK MAMPU MELETUSKAN LEDAKAN, IA MENJADI GUGUP DAN MENABURKAN ABU KE MUKA PENDETA BHARABAH, DAN PENDETA BARABAH TETAP MAJU SELANGKAH DEMI SELANGKAH CALONARANG MUNDUR BERPUTAR-PUTAR KEBINGUNGAN.
                                                   AKHIRNYA CALONARANG TERPEPET DAN TERPOJOK PADA BATU. PADA SAAT ITULAH PENDETA BHARABAH MENGANGKAT KE ATAS, SECEPAT ITU KEDUA TANGAN DIKIBASKAN KE BAWAH SAMBIL TERIAK.
PENDETA BHARABAH     :  (BERTERIAK) Syetan keparat, musnahlah……….!!!
                                                   CALONARANG DENGANTUBUH MEPET PADA BATU BERTERIAK KESAKITAN. DALAM WAKTU SEKEJAP CALONARANG LENYAP, HANYA TINGGAL KAIN SARUNGNYA YANG MENEMPEL PADA BATU, KAIN SARUNG PUTIH ITU TERBAKAR.
PENDETA BHARABAH     :  (MENGHELA NAFA LEGA) Syetan itu sudah musnah, sehingga damai dan tentramlah bumi kerajaan Erlangga di bawah lindungan Tuhan.
                                                   PENDETA BHARABAH MELANGKAH PERGI.
                                                   **
BAGIAN  I X
                                                   DATARAN TINGGI DERAH PEGUNUNGAN, SAAT ITU WEDAWATI DUDUK DI ATAS BATU, MENUNDUK SEDIH DAN MENAHAN TANGIS.
                                                   SEDANGKAN PENDETA BHARABAH MELANGKAH KESANA-KEMARI BERUSAHA MENENANGKAN PUTRINYA ITU.
PENDETA BHARABAH     :  Jangan terlalu difikir, Mpu Bahula setelah menjalankan tuga itu pasti akan kembali.
WEDAWATI                         :  Murid-murid Calonarang tidak akan tinggal diam, Rama.
PENDETA BHARABAH     :  Menghadapi murid-murid itu, Mpu Bahula cukup mampu mengatasi dirinya, karena ilmu yang dimiliki murid-murid itu tidak memiliki daya apa-apa mereka menjadi lumpuh.
WEDAWATI                         :  (BANGKIT MELANGKAH) Calonarang sudah musnah, tetapi kang Bahula belum juga pulang, saya meraa seperti ada firaat yang kurang baik, Rama.
PENDETA BHARABAH     :  Itulah saya katakana, jangan dia terlalu dipikirkan. (TEMPO) Saya mempunyai anggapan lain, Weda.
WEDAWATI                         :  (MENATAP PENDETA BHARABAH) Anggapan tidak baik?!
PENDETA BHARABAH     :  Bukan !(TEMPO)
                                                   Saya beranggapan Raja Erlangga merasa wilayahnya tertolong dari bahaya wabah penyakit yang ganas itu, sehingga raja mengundang Mpu Bahula untuk berpesta pora.
WEDAWATI                         :  Kalau pesta pora itu diadakan, tentunya Raja Erlangga juga mengirim utusan untuk mengundang Rama. (CEMAS MELANGKAH’ KEMUDIAN DUDUK DI ATAS BATU) Saya punya anggapan lain, Rama.
PENDETA BHARABAH     :  Ya, saya mengerti perasaanmu. (TEMPO) Ratna Manggali memang sudah menjadi sisihan Mpu Bahula.
WEDAWATI                         :  (CEMAS) Bukankah Rama yang memerintah agar dia mengawini Ratna Manggali?
PENDETA BHARABAH     :  Setiap perjuangan sudah tentu harus ditempuh dengan satu pengorbanan. (TEMPO) Tetapi sudah saya pesankan, kawinilah Ratna Manggali dengan pura-pura, karena tujuan sebenarnya bukanlah itu. (TEMPO) Saya kira Mpu Bahula mengerti apa yang saya oerintahkan.
                                                   TIBA-TIBA MPU BAHULA MUNCUL BERSAMA RATNA MANGGALI.
                                                   SEKETIKA WEDAWATI BANGKIT BERDIRI MENATAP TEGANG PADA RATNA MANGGALI.
                                                   DENGAN IKAP HORMAT MPU BAHULA MENYERAHKAN KITAB PRIMBON CALONARANG PADA PENDETA BHARABAH.
MPU BAHULA                     :  Maafkan kami datang terlambat, yai! Karena ketiga murid Calonarang itu harus saya elesaikan. Dan inilah kitab primbon itu, yai.
PENDETA BHARABAH     :  Jadi, primbon ini belum kau kembalikan di tempatnya?
MPU BAHULA                     :  Maaf, Yai! Saya tidak sempat mengembalikan, karena Calonarang penasaran mengobrak-abrik pada siapa saja yang ditemuinya, rupanya dia mengetahui jika kitab primbonnya tidak ada di tempat penyimpanannya di bawh bantal.
                                                   Sehingga Ratna Manggali dihajarnya, syukurlah saya bisa membawa lari dan menyembunyikan Ratna Manggali ini ke gua seribu.
WEDAWATI                         :  (CEMBERUT) Untuk apa kau selamatkan dia, bukankah dia anak yetan?
PENDETA BHARABAH     :  Nanti dulu, Weda!
WEDAWATI                         :  Kang Bahula sudah lupa, siapa Ratna Manggali? Seluruh penduduk tahu bahwa dia anak syetan, tahi kucing! (TEMPO) Kang, ada apa dia kau bawa kemari?
MPU BAHULA                     :  Ratna Manggali harus diselamatkan, Weda.
WEDAWATI                         :  Pantaskah menyelamatkan anak syetan.
PENDETA BHARABAH     :  (TENANG) Wedawati, jangan dulu berprasangka seburuk itu. Berikan kesempatan pada Mpu Bahula untuk menjelakan. (TEMPO) Bahula, apa yang terjadi setelah itu?
MPU BAHULA                     :  Sejak kecil Ratna Manggali hidup tersiksa, ia menderita bathin karena perbuatan ibunya yang sangat dibenci oleh semua penduduk.
PENDETA BHARABAH     :  Saya mengerti. (TEMPO)
                                                   (KEPADA RATNA MANGGALI) Ratna Manggali, apa yang telah terjadi atas dirimu selama ini?
RATNA MANGGALI           :  (SEDIH) Semua orang mengutuk perbuatan mak Calonarang yang suka menenung. Saya tahu perbuatan ibu memang terhina dan bengis! (TEMPO) Saya berusaha menyadarkan, tetapi sebaliknya saya dihajar, dan….
                                                   (MENANGIS) dan saya diancam mau dibunuh. (TEMPO) Saya tidak kuat hidup di atas kekotoran. Apa lagi semua orang juga membenciku mengatakan bahwa aku anak syetan terkutuk. (MENANGIS) Saya akan melarikan diri, tetapi semua penduduk sudah membenciku, sehingga saya takut dibunuh.(TERISAK-ISAK)
PENDETA BHARABAH     :  Saya mengerti penderitaanmu! (TEMPO) Ratna Manggali, semua kejadian telah berlalu, sehingga saat ini tidak perlu lagi dicemaskan.
MPU BAHULA                     :  Yai, Pendeta Bharabah, sudah terlalu banyak Ratna Manggali memberikan bantuan padaku, ia dengan sepenuh hati mempertaruhkan keselmatan jiwanya untuk membantuku, sehingga saya  berhasil lolos dari cengkeraman Calonarang, dan saya berhasil mendapatkan kitab primbon itu. (TEMPO) Yai, saya telah berhutang budi pada Ratna Manggali.
PENDETA BHARABAH     :  Ya… (TERSENYUM) Dan kau telah kawin dengan Ratna MAnggali, bukan?
                                                   MPU BAHULA DAN RATNA MANGGALI TAK MENJAWAB, KEDUANYA MENUNDUK BERDIRI BERDAMPINGAN.
PENDETA BHARABAH     :  Sudahlah……! (TEMPO)
                                                   Memang tidak ada hak bagi aya untuk menghalang-halangi kemauanmu berdua. Semoga Ratna Manggali menjadi jodohmu sampai tua.
MPU BAHULA                     :  Tetapi sayapun tidak akan meninggalkan Wedawati, yai!
                                                   WEDAWATI YANG TEGANG KEMUDIAN MENUNDUKKAN KEPALA. LALU PENDETA BHARABAH DENGAN PENUH PENGHARAPAN MELANGKAH KESAN-KEMARI.
PENDETA BHARABAH     :  Ya, sayapun tidak menolak! (TEMPO) Memang sudah sejak lama saya sudah melihat jodohmu dengan Wedawati, (MELANGKAH KESANA-KEMARI SEPERTI BERPIKIR) Kau jadikan Wedawati sebagai istri kedua, itupun tidak ada salahnya!
                                                   Seperti pernah saya katakana, bahwa manusia itu tidak lebih dari seorang perencana dan pelaksana yang hanya mampu menjalankan, tetapi Tuhanlah yangmenentukan. (TEMPO) BAgitu juga dengan jodohmu berada di tangan Tuhan.
                                                   PENDETA BHARABAH MELANGKAH KE TENGAH RUANGAN.
PENDETA BHARABAH     :  Kemarilah, Weda!
                                                   WEDAWATI MELANGKAH MENDEKATI PENDETA BHARABAH.
PENDETA BHARABAH     :  (KEPADA MPU BAHULA DAN RATNA MANGGALI) Kau dan Ratna Manggali, Kemarilah….!
                                                   MPU BAHULA DAN RATNA MANGGALI MELANGKAH MENDEKATI, BERDAMPINGAN BERTIGA DENGAN WEDAWATI.
PENDETA BHARABAH     :  (SEPERTI DOA) Tidak ada kebahagiaan hidup di dunia selain kita harus saling mengaihi. Berbahagialah hidupmu bertiga dalam keridhaan Tuhan, Tegakkan Iman! Nikmat Tuhan telah terpancar dalam lubuk hati kalian ! (TEMPO) Sekarang, marilah kita panjatkan do’a kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih-Penyayang lagi bijaksana.
                                                   SEMUA MENUNDUKKAN KEPALA, MENDOA DALAM BATHIN DALAM SUASANA SEPI SENYAP.
                                                   **
SELESAI


Surabaya, juli 1975
Diketik ulang oleh Studio Teater PPPG Kesenian Yogyakarta
Maret 2007

1 komentar:

  1. Subhanallah... It's exciting! Minta ijin untuk pinjam naskahnya ya... I'm a teacher for elementary school. They are still kids but they really want to perform it. Thank you...

    BalasHapus

MATERI AJAR GAMBAR BENTUK

 Oleh : Ridwan (guru Seni Budaya SMKN 7 Jakarta) Menggambar bentuk merupakan  cara menggambar dengan meniru  obyek dengan mengutamakan  kemi...