Rabu, 18 April 2012

NASKAH DRAMA PENDEK 2


ARLOJI
Karya P. Hariyanto


PARA PELAKU
Jidul                 : Anak laki-laki berumur 15 tahun
Pak pikun         : Pembantu rumah tangga berumur sekitar 40 tahun
ibu                    : Nyonya rumah berumur sekitar 42 tahun
Tritis                 : Gadis berusia 18 tahun

KISAH INI TERJADI DI SEBUAH KAMAR DEPAN KELUARGA YANG CUKUP TERPANDANG. TERDAPAT BERBAGAI PERLENGKAPAN YANG LAZIM DI KAMAR TAMU SEMACAM ITU, NAMUN YANG TERPENTING IALAH SEPERANGKAT MEJA DAN KURSI TAMU. PADA KIRA-KIRA PUKUL 09.00 DRAMA INI TERJADI.

DENGAN PENUH KERIANGAN, SI JIDUL MEMBERSIHKAN MEJA DAN KURSI-KURSI. KEPALANYA MELENGGUT-LENGGUT, PANTATNYA BERGIDAL-GIDUL SEIRAMA DENGAN MUSIK DANGDUT YANG TERDENGAR MERIAH. JIDUL TERKEJUT KETIKA MUSIK MENDADAK BERHENTI.


PAK PIKUN (muncul, langsung menuju ke arah Jidul)
Ayo! Mana! Berikan kembali padaku!Ayo! Mana!

JIDUL (ber-ah-uh, sambil memberikan isyarat yang menyatakan ketidakmengertiannya)

PAK PIKUN
Jangan berlagak pilon! Siapa lagi kalau bukan kamu yang mengabilnya? Ayo, Jidul, kamu sembunyikan di mana, heh?

JIDUL (ber-ah-uh, semakin bingung dan takut)
PAK PIKUN
Dasar maling! Belum sampai sebulan di sini kamu sudah kambuh lagi, ya? Dasar nggak tahu diri! Ayo, kembalikan kepadaku! Mana, heh?

JIDUL  (meringkuk diam)

PAK PIKUN (semakin keras suaranya)
Jidul! Kamu mau kembalikan apa tidak? Mau insaf apa tidak? Apa mau ku panggilkan orang-orang sekampung untuk mencincangmu, heh? Kamu mau dipukuli seperti dulu lagi? Ayo, mana?

IBU (Muncul tergesa-gesa)
Eh, ada apa Pak Pikun? Ada apa dengan Jidul?

PAK PIKUN
Anak ini memang tidak pantas dikasihani, Bu. Dia mencuri lagi, Bu!

IBU
Mencuri? (tertegun). Kamu mencuri, Jidul?

JIDUL (ber-ah-uh sambil menggoyang-goyangkan kepala dan tangannya)

PAK PIKUN
Mungkir, ya? Padahal jelas, Bu! Tadi saya mandi. Setelah itu, arloji saya tertinggal di kamar mandi. Lalu dia masuk, entah mengapa. Lalu tidak ada lagi arloji saya, Bu.

IBU
O, arloji Pak Pikun hilang, begitu?

PAK PIKUN
Bukan hilang, Bu! Jelas dicurinya! Ayo, ngaku saja! Kamu ngaku saja, Jidul!

JIDUL (ber-ah-uh mencoba menjelaskan ketidaktahuannya)

PAK PIKUN
Masih mungkir? Minta ku pukul?

IBU
sabar, Pak Pikun! Sabar!

PAK PIKUN
Maaf, Bu. Ini biar saya urus sendiri! Kamu baru mau ngaku kalau dipukul, ya? Sini! (Mau memukul si Jidul).

SI JIDUL (Meloncat, lari ke luar dikejar oleh Pak Pikun)

IBU
Sabar dulu Pak Pikun! Diperiksa dulu! (mendesah sendiri) Ya, ampun! Orang sudah tua kok gegabah, tidak sabaran begitu.

TRITIS (Muncul membawa buku dan alat tulis).
Uh! Pagi-pagi sudah mencuri. Nganggu orang belajar saja!

IBU
Belum jelas, Tritis!

TRITIS
Ah, ibu sih suka membela si Jidul! Siapa lagi kalau bukan dia yang mengambil arloji Pak Pikun? Apa ibu lupa? Dia kan dulu ketahuan mencuri ayam kita, ketahuan, mau dipukuli orang kampung malah kemudian dibela ayah dan ditampung di rumah kita. Keenakan dia, maka kini mencuri lagi!

IBU
Ya, memang, dulu pernah mencuri. Itu karena ia kelaparan. Tetapi, belum tentu sekarang dia mengambil arloji Pak Pikun, Tritis!

TRITIS
Kalau bukan si Jidul, apa ibu atau aku yang mengambil arloji itu, ibu? (Tertawa).
IBU (Menemukan ide).
Ah! Mungkin masih ada di kamar mandi, Tritis! Atau mungkin di dekat jemuran. Pak Pikun kan pelupa. Mari kita coba mencarinya! (Bersama Tritis melangkah ke kiri akan ke luar, tetapi kemudian terhenti)
Terdengar suara ribut. Si Jidul kembali meloncat masuk dari kanan. Maunya berlari, tetapi tersandung sesuatu. Ia jatuh terguling mengejutkan Ibu dan Tritis. Dan sebelum sempat bangkit, Pak Pikun sudah keburu masuk pula dan menangkapnya dengan geram.

PAK PIKUN (sambil mengacung-acungkan penggada besar, tangan kirinya tetap mencengkeram leher kaus si Jidul).
Mau, lari ke mana lagi, heh? Ku pukul kamu sekarang!

IBU
Sabar, Pak! Tunggu dulu!

PAK PIKUN
Tunggu apa lagi, Bu! Anak nggak benar ini harus saya ajar biar kapok. (Akan memukulkan penggadanya).

IBU
Tunggu dulu! Siapa tahu, Jidul benar tidak mencuri dan Pak Pikun yang tidak benar menaruh arlojinya!

PAK PIKUN
Tak mungkin, Bu! Saya yakin, si Brengsek ini pencurinya. Kamu harus mampus (akan memukulkan penggadanya).

TRITIS (Melihat tangan Pak Pikun)
Eh, lihat! Arlojinya kan itu! Di pergelangan tangan kananmu, Pak Pikun. Lihat! (Tertawa ngakak).

IBU
O, iya! Betul! Dasar Pak Pikun ya Pikun! (Tertawa geli).

PAK PIKUN TERTEGUN MEMANDANG PERGELANGAN TANGANNYA YANG KANAN. DILEPASKANNYA SI JIDUL. DIAMAT-AMATINYA ARLOJI ITU. PENGGADANYA SUDAH DIJATUHKAN. DENGAN SANGAT MALU, IA BERJALAN KE LUAR TERTEGUN-TEGUN, DIIRINGI GELAK TAWA IBU DAN TRITIS. SEMENTARA ITU, SI JIDUL PUN TERTAWA-TAWA PULA DENGAN CARANYA SENDIRI YANG SPESIFIK


Sumber : www.banknaskah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MATERI AJAR GAMBAR BENTUK

 Oleh : Ridwan (guru Seni Budaya SMKN 7 Jakarta) Menggambar bentuk merupakan  cara menggambar dengan meniru  obyek dengan mengutamakan  kemi...